Dear, Ifha
Selamat telah menjadi siswi SMA
sekarang. Begitu besar perjuangan bapak dan ibu menyekolahkanmu sehingga
teruslah belajar, raihlah prestasi yang bisa membanggakan dirimu dan khususnya
kedua orangtua.
Sejak kecil aku punya banyak cita –
cita. Tetapi, tak satu pun dari cita – cita tersebut menyangkut tentang
Hubungan Internasional. Hal pertama yang terlintas di benakku saat
mendengar jurusan tersebut adalah
jurusan yang sebagian besar mahasiswanya akan menjadi diplomat. Hubungan Internasional
itu sendiri baru aku dengar saat SMA kelas 12. Aku tidak pernah menyangka bahwa
disinilah takdirku. Aku sempat bercita – cita menjadi ahli gizi dan menjalani
proses selama setahun, namun, Allah Berkehendak lain dan akhirnya aku kuliah
disini, di Universitas Hasanuddin jurusan Hubungan Internasional.
Melalui tulisan ini.. Aku hanya
ingin memberikan sedikit nasihat kepada diriku di masa lalu mengenai ilmu yang
telah kudapatkan. Aku ingin kamu tahu bahwa pemikiranmu selama ini tidak
terlepas dari cara pandang ke-HI-an yang tanpa sadar membuatmu sering
mengacuhkan satu sisi dan lebih dominan ke sisi yang lain. Mahasiswa harus
berpikir kritis. Mahasiswa harus melihat persoalan dari berbagai macam sudut
pandang. Salah satu sudut pandang yang akan aku uraikan adalah strukturalisme.
*****
Apa
itu strukturalisme?
Sebelum membahas strukturalisme, kita harus
mengetahu apa itu Marxisme. Marxisme adalah paham yang membagi manusia ke dalam
kelas – kelas sosial, yaitu borjuis dan proletar. Borjuis adalah orang – orang
yang menguasai modal dan alat produksi sedangkan proletar adalah tenaga
kerjanya. Strukturalisme ini berasal dari paham Marxisme. Strukturalisme adalah
cara pandang mengenai konsep pembagian negara berdasarkan struktur.
Strukturalisme juga sering disebut Neomarxisme karena merupakan kritik terhadap
Marxisme itu sendiri.
Terdapat dua teori utama dalam strukturalisme, yaitu
world system theory dan dependency theory. World system theory menganggap bahwa negara – negara di dunia
dibagi dalam tiga kelompok:
1) Negara
core: Negara yang menguasai modal dan
alat – alat produksi. Contoh: Amerika Serikat, Inggris, dll.
2) Negara
periphery: Negara pemasok tenaga
kerja. Negara dalam kelompok ini juga memiliki sumber daya alam yang potensial
tetapi tak mampu dikelola sendiri sehingga menjadi bahan eksploitasi negara –
negara core. Contoh: Bangladesh,
negara kawasan Afrika, dll.
3) Negara
semi-periphery: Negara yang berada di
antara negara core dan negara periphery. Contoh: Malaysia, dll.
Selanjutnya adalah teori dependensi yang dilakukan
oleh negara maju terhadap negara berkembang untuk memeroleh upah buruh yang
rendah dan sumber daya alam. Negara maju mendapatkan keuntungan yang sangat
besar sedangkan buruh di negara berkembang tetap hidup menderita karena gap kesejahteraan yang nyata dan
pemerintah yang telah dikuasai oleh hegemoni segelintir pemilik modal yang
rakus.
*****
Dulu,
aku selalu berpikir bahwa jika aku memakai sepatu merk ini aku akan “dianggap” modis, trendi, dsb. Suatu ketika
aku pernah membuka casing hp ku dan menemukan fakta bahwa ternyata hp ku itu
diproduksi di China walaupun merknya berasal dari Finlandia. Beberapa tahun
kemudian, merk sepatu yang ku anggap “Wow” tersebut ternyata juga diproduksi di
China bahkan di Indonesia pun ada. Hal – hal yang terlintas di benakku…
I
don’t care.
Just knew it.
I’m proud of
Indonesia.
That’s a good
thing, etc.
Aku
sama sekali acuh dengan fakta tersebut. Aku menganggapnya hal yang biasa. Aku
sebenarnya tahu bahwa alasan perusahan tersebut memproduksi barangnya di negara
– negara berkembang karena upah buruh yang lebih rendah dibandingkan buruh di
negara asalnya. Aku tidak peduli dengan nasib buruh dan keluarganya yang
ternyata menderita demi keegoisanku dan orang – orang di luar sana yang lebih
mementingkan dirinya sendiri.
Aku
melihat di tv, merk A bekerja sama dengan daerah B untuk menciptakan lapangan
kerja dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk
produksi produk merk A tersebut. Aku merasa bangga karena perusahaan sekelas A
mau berinvestasi di Indonesia. Aku sama
sekali tidak tahu bahwa ternyata upah buruh yang diberikan pas – pasan. Bahkan
banyak buruh di Bangladesh hanya mendapatkan upah sekitar belasan dolar saja
per bulan. Sangat memiriskan.
Strukturalisme
telah menjadi sebuah sistem yang dikendalikan oleh kaum borjuis. Kaum borjuis
seakan lupa bahwa tanpa kaum proletar, tak akan ada harmonisasi dalam
kehidupan. Jika semua ingin menjadi bos maka siapa yang akan bekerja?
Seyogianya sifat saling ketergantungan tersebut didukung oleh sistem yang
berkeadilan, misalnya Fair Trade yang
dilakukan oleh beberapa organisasi di dunia ini.
Akhir
kata, aku ingin memberitahu pada diriku yang dulu bahwa cobalah sesekali
mengasah kepekaan sosialmu. Kau tahu hal itu tidak adil tetapi kau tetap cuek.
Sekarang hal itu telah menjadi sebuah sistem dalam diriku kini. Aku tidak bisa
begitu saja mengubahnya. Aku tidak ingin menyesali apa yang telah terjadi
tetapi satu pesanku untuk diriku yang dulu…
Belajarlah
memandang dunia dari berbagai macam sudut pandang dan kau pasti akan menemukan
hal – hal yang tak terduga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan baik.